• Posted by : Unknown Saturday 13 August 2016



    Untuk berbagai macam alasan, Onodera tidak bisa tenang malam ini. Ia berada di sana, di tengah kerumunan teman sekolahnya, saling berbisik satu sama lain. Ia dapat mendengar banyak bisikan dari berbagai arah. Menyebar layaknya gelombang hangat, membawa suasana keceriaan dan kegelisahan sekaligus. Sayangnya bagi Onodera, rasa gelisahlah yang lebih memenuhi dirinya. Onodera tidak bisa tenang.

    Onodera memandang berkeliling. Ia bisa melihat banyaknya pepohonan yang mengelilingi tempat ia berada sekarang. Tidak aneh, tempat itu memang semacam pinggiran hutan di daerah pegunungan. Onodera juga bisa melihat jelas warna hijau dedaunan yang tertiup angin malam. Penerangan di tempat itu tentu membantu, karena pasti sulit melihat dengan jelas ketika ia masuk hutan yang gelap gulita nanti. Onodera bergetar sedikit ketika itu terlintas di benaknya. Onodera tidak takut masuk hutan, jelas tidak. Adalah prospek dengan siapa ia masuk ke hutanlah yang membuat wajahnya menjadi memerah.

    Itu sebenarnya dimulai dari pembicaraan beberapa waktu yang lalu, di tempat yang sama sekali berbeda. Pemandangannya berbeda, orang-orangnya berbeda, semuanya berbeda. Tidak ada hutan, tidak ada daun, dan tidak perlu penerangan tambahan karena waktu masih pagi alih-alih malam. Cahaya matahari masuk melewati jendela ke ruangan itu, pertanda hari yang cerah. Kursi dan meja yang berjejeran adalah sesuatu yang bisa diamati di tempat yang merupakan area di penginapan. Kamu juga bisa melihat beberapa orang sedang menghabiskan sarapannya. Di mana Onodera? Ia berada di sana di salah satu meja, tengah dalam perbincangan berdua saja dengan sahabatnya, Ruri Miyamoto.

    “Apapun yang kamu lakukan...,” Ruri berbicara pada Onodera,”...pastikan kamu berpasangan dengan Ichijo! Mengerti?”

    Onodera terkejut, menyemburkan sedikit minumannya, lalu bertanya bagaimana itu mungkin, mengingat semuanya diatur berdasarkan undian.

    “Bagaimanapun caranya lakukan saja,” Ruri bersekiras.

    Onodera menimpali kalau itu gila.

    “Lihat ya- Apa kamu berencana hanya berpangku tangan saja sepanjang camp sekolah ini? Tak penting bagaimana melakukannya, tapi kalau tak ada inisiatif, semuanya tak akan berubah, tahu? Bukannya kamu janji akan berani sedikit?”

    Onodera tidak bisa membantah Ruri. Tidak ketika tanpa disadari, di kepalanya sudah terbayang sesosok pria yang tengah dibicarakan.

    “Tapi kalau aku mendapatkan undiannya, akan kuberikan untukmu jadi kesempatanmu bertambah. Berdoalah,” Ruri lalu bangkit dari kursinya pertanda ingin menghentikan pembicaraan, tapi sebelum pergi ia menambahkan lagi sambil tertawa kecil “Kalau kamu mendapatkannya, langsung serang saja di kegelapan hehe.”

    Wajah Onodera memerah mendengar apa yang disarankan oleh sahabatnya itu. Ia merasa malu, tapi ia tahu benar ia menginginkan untuk bisa berduaan dengan Ichijo. Mereka berdua tadi sedang membicarakan tentang sebuah event uji keberanian yang akan dilakukan setelah kegiatan di pegunungan selesai. Dalam uji keberanian ini, seorang murid laki-laki akan berpasangan dengan murid wanita dan disuruh untuk masuk ke dalam hutan. Yang membuatnya spesial adalah tiap pasangan diwajibkan untuk bergandengan tangan. Bagi Onodera, ini merupakan kesempatan untuk bisa lebih dekat dengan lelaki yang ia sukai. Yang menjadi masalah di sini adalah pasangan tidak bisa menentukan sendiri, melainkan harus melalui undian.

    Onodera menghela napas.

    Ia tidak yakin bisa mendapatkan undian yang sesuai, dan itu membuatnya gelisah. Onodera meski tidak yakin, juga masih terus berharap. Ia lalu mulai membayangkan kalau saja ia benar-benar mendapatkan undian yang ia inginkan ia nanti akan berbuat apa saja. Untungnya sebelum fantasinya melebar kemana-mana, ia lalu menyadari kalau laki-laki yang dimaksud sedang berada di salah satu sudut mengambil minuman. Teringat perkataan Ruri untuk mengambil inisiatif, Onodera menguatkan hati, lalu memberanikan diri untuk menghampirinya.

    “Hei... Onodera. Pagi,” jawab Ichijo agak kaget ketika Onodera menyapanya.

    Onodera melihat kalau wajah Ichijo agak aneh, dan lalu menanyakan apakah ada yang salah dengan dirinya.

    “U-uh tidak. Oh hei, jangan terlambat nanti berkumpul ya Onodera,” katanya sambil bergegas pergi begitu saja.

    Onodera yang ditinggal sendirian seperti itu merasa ada sesuatu yang salah. Ia merasa Ichijo menghindari pandangan matanya. Ia lalu mulai berpikiran yang aneh-aneh. Ia mulai berpikir kalau jangan-jangan Ichijo sengaja menghindari dirinya. Tidak, Onodera mulai meyakinkan dirinya kalau tidak mungkin seperti itu. Mungkin saja Ichijo sedang terburu atas suatu urusan atau semacamnya. Tapi bagaimana kalau Ichijo sengaja menghindarinya?

    Onodera punya banyak waktu untuk memikirkannya tapi tidak sekarang. Ya, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk memikirkan tentang kejadian yang telah berlalu. Pemandangan sudah berbeda. Tidak ada kursi, tidak ada meja, tidak ada sinar matahari. Ini sudah malam hari, dan ini sudah waktunya untuk tes keberanian yang dimaksud. Dimana Onodera? Onodera sedang berada di kerumunan murid perempuan yang sudah selesai menarik nomor undian. Di seberang sana, sekarang giliran siswa laki-laki yang mengambil. Jantung Onodera berdetak dengan kencang. Ia berharap Ichijo mendapatkan nomor yang sama dengan dirinya. Ia mendapatkan nomor yang kebetulan sedang diteriakan sahabatnya Ruri keras-keras ke semua orang.

    “Ahem. Ahem. A-hem. Hee, jadi kamu mendapatkan nomor 12 ya? Nomor 12. Nomor 12,” suara Ruri terdengar dengan keras.

    Onodera malu dan langsung menutup mulut Ruri supaya tidak berulah lebih jauh. Terlambat, sekarang semua orang jadi tahu nomor berapa yang ia peroleh. Ia mendengar suara beberapa laki-laki yang jadi bersemangat ingin mendapatkan nomor yang sama dengannya. Onodera malu sekali. Ia lalu melirik ke arah Ichijo, dan bertanya-tanya apakah Ichijo mendengarnya juga atau tidak. Tentu, walaupun Ichijo mendengarpun itu tidak akan mengubah kesempatannya, karena itu tetap saja undian yang diambil secara acak. Meski begitu, ia berharap Ichijo menjawab harapannya. Onodera berdoa dengan keras ketika Ichijo memasukan tangannya ke kotak yang berisi nomor undian.

    12.

    Ruri tidak tahu apa yang terjadi padanya. Antara guncangan karena monster kadal raksasa naik ke daratan atau guncangan Onodera histeris padanya sudah tidak bisa dibedakan lagi. Begitulah, ketika Onodera tahu nomor yang diambil Ichijo sama dengan dirinya.

    ---
    Untuk berbagai macam alasan, Onodera tidak bisa tenang malam ini. Itu, tentu saja sebuah kebohongan. Sebenarnya hanya satu alasan saja, dan itu tidak lain dan tidak bukan adalah seorang Ichijo Raku. Onodera masih tidak mempercayai begitu saja tentang keberuntungannya itu. Tapi ia tidak mau terlalu memikirkannya. Yang pasti, ia segera saja menghampiri Ichijo dan menunjukan kalau ia mendapatkan nomor yang sama.

    “Oh ya. Senang berpasangan denganmu!” kata Ichijo pada Onodera.

    Onodera sekali lagi dibuat bertanya-tanya. Itu karena Ichijo sama sekali tidak memandang matanya. Onodera menganggap itu aneh. Ia teringat lagi sewaktu mereka sempat berbicara tadi pagi juga seperti itu. Ia lalu menanyakan apakah dia benar-benar tidak apa-apa berpasangan dengannya dan apakah Ichijo berusaha menghindarinya.

    “Tidak! Te-Tentu saja tidak. Itu hanya aku...umm...menghabiskan malam yang sama dengan para gadis membuatkan gugup, jadi ya... umm... Itu saja kok.”

    Ichijo memang satu kelompok dengan Onodera pada camp sekolah itu. Satu kelompok itu memang mendapatkan kamar yang sama (meski antara laki-laki dan perempuan diberi pembatas) untuk beristirahat. Onodera menganggap itu cukup beralasan kalau Ichijo sampai gugup. Ia percaya saja dengan Ichijo. Onodera lalu meminta maaf karena sudah salah mengira Ichijo membencinya atau semacamnya.

    “Haha, jangan bodoh ah Onodera. Tentu saja tidak,” kata Ichijo mencoba meyakinkan, “Tidak mungkin aku membencimu , soalnya aku kan...”

    Onodera menanyakan “aku kan” apa karena ia merasa ada sesuatu disitu. Ichijo terdiam sejenak. Ia tampak agak bingung, sebelum ia akhirnya menjawab dengan terbata-bata.

    “Aku... Itu karena aku tahu kamu punya poin-poin yang bagus- Ah, jangan anggap itu sesuatu yang aneh- Maksudku, sebagai teman. Kamu mempunyai poin-poin yang bagus sebagai teman, jadi aku tidak mungkin membencimu.”

    Onodera mengatakan kalau ia mengerti dan berterima kasih telah memujinya. Meski dalam hati, itu bukan yang ia harapkan. Tapi tidak apa-apa, yang penting ia sekarang bisa berduaan dengan Ichijo dan mungkin bisa lebih dekat lagi. Tidak terasa pasangan-pasangan satu persatu sudah masuk ke hutan untuk uji keberanian. Sahabatnya, Ruri sudah masuk duluan bersama Tsugumi (pasangan wanita-wanita karena jumlah lelakinya tidak sesuai). Lalu terdengarlah pasangan nomor 12 dipanggil. Ini saatnya, begitulah pemikiran Onodera.

    “Itu kita,” kata Ichijo, ”Baiklah, kita pergi sekarang?”

    Ichijo mengulurkan tangannya pada Onodera. Butuh sepersekian detik bagi Onodera untuk memahami maksud Ichijo. Ia lalu berkata kalau ia baru ingat kalau tiap pasangan diwajibkan berpegangan tangan. Dengan jantung berdetak kencang, ia lalu juga mengulurkan tangannya. Secara perlahan tangan Onodera bergerak mendekati tangan Ichijo. Detakan jantungnya semakin bertambah kencang saja. Wajahnya jadi sangat memerah. Onodera senang sekali ketika akhirnya kedua tangan mereka bertemu. Malu, tapi senang. Ia berharap momen ini berlangsung lamanya. Hatinya sangat berbunga-bunga. Onodera sangat bersyukur bisa seberuntung ini. Tidak ada hari yang sesempurna ini.

    “Hei, Raku!”

    Tiba-tiba, seseorang berlari ke arah mereka dan memanggil nama depan Ichijo. Ia adalah teman sejak kecil Ichijo, Shu Maiko. Seorang berkacamata yang ceria dan sering bercanda dengan Ichijo.

    “Ada apa, Shu?” tanya Ichijo.

    “Hei, apa kamu melihat Kirisaki?” Shu mulai bercerita, “Jadi begini, dia tidak kelihatan sejak beberapa saat lalu...”

    Orang yang dibicarakan Shu adalah Chitoge Kirisaki, pacar Ichigo. Atau setidaknya itulah yang tampak di publik. Onodera sebenarnya sudah tahu kalau Chitoge dan Ichijo hanya pura-pura berpacaran saja. Chitoge pernah bercerita padanya kalau dia harus berpura-pura seperti itu lantaran ada situasi yang agak unik dan menyusahkan antara keluarganya Chitoge dan keluarganya Ichijo. Onodera sendiri tidak terlalu tahu detailnya, tapi kalau mereka berdua tidak berpacaran akan ada sesuatu hal yang buruk terjadi di kota tempat mereka tinggal.

    Sebelum Ichijo sempat mencoba menjawab, salah seorang teman rupanya tak sengaja mendengar pertanyaan Shu lalu ikut nimbrung, dan mengatakan kalau ia melihat Chitoge sudah masuk ke hutan dan ia tampak mengenakan kostum hantu.

    Yang mendengar itu menjadi tampak bingung. Kalau menurut hasil undian tadi, seharusnya Chitoge berpasangan dengan Shu. Usut punya usut, ternyata salah satu orang yang bertugas menjadi hantu untuk menakut-nakuti peserta saat tes keberanian tiba-tiba sakit perut dan tidak bisa menjalankan tugasnya. Di situ, ternyata Chitoge diminta untuk menggantikan perannya.

    “Hee, jadi begitu,” respon Shu dengan wajah kaget.

    “Rupanya disitu! Maiko-kun!!” kini seseorang yang lain lagi berlari dan memanggil nama Shu. Ia seorang perempuan, memakai kostum hantu, dan memakai riasan yang membuat tampak adanya sobekan di mulut. Ia tampak kelelahan.

    “Huh? Adachi? Apa semua baik-baik saja? ‘Hantu’ sepertimu tidak seharusnya ada disini,” tanya Shu padanya.

    “Apakah Kirisaki sudah kembali kesini dari hutan?” sambil terengah-engah Adachi bertanya, ”Jadi begini, kami meminta Kirisaki untuk menggantikan peran hantu, tapi aku lupa mengganti baterai senter saat tadi berikan padanya. Aku mau memberinya baterai yang baru kalau dia sadar dan kembali kesini...”

    Beberapa teman yang mendengar itu mengatakan hutan memang tempat yang sangat gelap tanpa penerangan, tetapi Adachi tidak perlu terlalu khawatir karena ini Kirisaki yang tengah dibicarakan. Pasti tidak apa-apa, begitu kata teman-teman. Adachi menjadi tenang. Onodera melirik ke arah Ichijo. Entah kenapa, wajahnya tampak agak pucat.

    “Hei...Hei...Anak itu kan...” gumam Ichijo.

    “Ah, maaf. Tentu saja kamu khawatir Ichijo,” kata Adachi pada Ichijo, ”Kamu kan pacarnya. Itu hutan, tapi tidak terlalu besar. Dan lagipula tidak ada binatang liar apapun sih.”

    Beberapa teman ikut menimpali kalau malah mereka menunggu penampilan Chitoge sebagai hantu. Chitoge itu cantik, dan beberapa orang sudah mulai mengutarakan kalau ia tidak keberatan ditakut-takuti hantu secantik Chitoge. Bersamaan dengan itu, Onodera merasakan gerakan dari tangan Ichijo yang sedang menggenggam tangannya.

    Eh!? Hati Onodera mencelos. Rasa gelisah mulai menjalar dari tangannya ke hatinya. Ia melihat ke arah Ichijo yang hanya menunduk. Onodera pun bertanya pada Ichijo untuk memastikan apakah ada sesuatu yang salah. Ichijo tidak langsung menjawab. Tapi hanya butuh kurang dari sepersekian detik bagi Onodera untuk memahami apa yang terjadi selanjutnya, apa yang akan dilakukan Ichijo. Hati kecilnya tidak ingin terjadi. Ia merasa berat. Detak jantungnya serasa berhenti. Baru tadi ia berharap momen ini berlangsung lamanya. Baru tadi hatinya sangat berbunga-bunga. Baru tadi ia sangat bersyukur bisa seberuntung ini. Baru tadi Onodera merasa tidak ada hari yang sesempurna ini.

    “Maaf Onodera, aku akan segera kembali,” begitu katanya.

    Eh!? Eh!? Eh!? Hati Onodera mencelos.

    Ichijo melepaskan tangan Onodera, dan berlari cepat ke arah hutan, meninggalkan Onodera yang hanya bisa membatu di belakangnya.

    ---

    Ichijo lama sekali. Onodera tidak tahu sudah berapa lama ia menunggu. Detik demi detik. Menit demi menit. Tapi Ichijo tidak juga kembali pada Onodera. Tidak terasa tes keberanian akhirnya sudah hampir selesai dan satu per satu pasangan mulai kembali ke tempat awal. Salah satu pasangan yang sudah kembali adalah pasangan Ruri dan Tsugumi. Melihat Onodera, Ruri bertanya kenapa dia sendirian saja dan dimana Ichijo, sedangkan Tsugumi bertanya di mana Chitoge karena ia tidak bisa melihatnya di manapun.

    Onodera menceritakan tentang Chitoge yang sedang di hutan sebagai hantu, belum kembali, dan Ichijo yang masuk ke hutan meninggalkannya.

    “Apa?! Ojou yang jadi hantunya?” Tsugumi langsung histeris, “Dia tidak sendiriankan di hutan?”

    Onodera menjawab kalau Chitoge memang sendirian, dan menceritakan juga hal tentang baterai senter Chitoge yang belum diganti yang baru.

    “Apa!? Ini gawat. Ojou kan takut dengan kegelapan. Kenapa Ojou harus jadi hantu segala sih!?”

    Mendengar keterangan dari Tsugumi, Onodera akhirnya mengerti. Chitoge takut dengan gelap, dan kemungkinan Ichijo sudah tahu akan hal itu. Itulah kenapa Ichijo langsung masuk ke hutan. Onodera lalu menceritakan pada Tsugumi kalau Ichijo juga masuk ke hutan kemungkinan untuk mencari Chitoge, berharap Tsugumi menjadi agak lebih tenang. Rupanya itu tidak berhasil.

    “Justru aku tidak bisa tenang kalau laki-laki itu yang mencari. Bagaimana kalau dia memanfaatkan situasi dan berbuat yang macam-macam pada Ojou?! Arrghh, biar kucari Ojou sendiri-”

    Tsugumi sudah siap untuk masuk ke hutan ketika Ruri mengatakan itu bukan sebuah ide yang baik. Fakta Ichijo belum kembali bersama Chitoge bisa saja menandakan kalau mereka tersesat. Adanya tambahan seorang yang tersesat lagi karena terlalu ceroboh dan nekat dalam mencari bukanlah sesuatu diharapkan. Lebih baik menunggu sebentar lagi, atau setidaknya mencari bersama-sama dengan persiapan yang memadai. Tsugumi menunjukan ketidakpuasannya, tapi akhirnya mengurungkan niatnya itu. Untunglah, tidak perlu menunggu lebih lama lagi mereka berdua akhirnya kembali juga.

    Ichijo tampak muncul dari arah gelapnya pepohonan. Bersamanya adalah seorang gadis berambut pirang dengan pita merah yang mengenakan pakaian putih-putih. Teriakan lega Tsugumi langsung terdengar ketika ia melihat Chitoge Kirisaki telah kembali dengan selamat. Ya, Onodera menyadari tentang hal itu. Ia memang kecewa telah kehilangan kesempatannya untuk berdua saja dengan Ichijo, tapi tentu saja keselamatan Chitoge lebih penting. Ia toh tidak bisa tenang kalau semisal terjadi apa-apa dengan Chitoge.

    Onodera menghela napas.

    Sambil melihat kertas undian nomor 12 yang kini tergeletak begitu saja di tanah, Onodera meyakinkan dirinya kalau semuanya tidak apa-apa. Memang, sempat terbayang pikiran buruk kalau Ichijo lebih memilih Chitoge daripada dirinya, tetapi Onodera berusaha meyakinkan dirinya itu wajar saja mengingat itu hal yang darurat. Ia tidak apa-apa. Onodera yakin ia tidak apa-apa.

    Setelah kegiatan tes keberanian selesai, murid-murid diminta kembali ke penginapan. Onodera berjalan kaki berdua dengan Ruri lambat-lambat. Dalam satu kesempatan, Ruri bertanya pada Onodera apakah dirinya tidak apa-apa kehilangan kesempatan bersama Ichijo dengan cara seperti itu. Onodera sekali lagi menghela napas dan menjawab kalau dirinya benar-benar tidak apa-apa. Mereka berdua berbincang-bincang ringan sepanjang perjalanan mereka itu. Ruri bercerita tentang banyak hal, Onodera yang lebih banyak mendengarkan. Ruri bercerita tentang ‘hantu-hantu’ tes keberanian yang tidak semenakutkan yang ia pikirkan, tentang Tsugumi yang sangat berisik saat dia bersama dengannya tadi di hutan, dan tentang keadaan langit malam ini yang menurutnya tampak gelap dan sepi. Onodera menghela napas lagi, ia lalu menengadahkan wajahnya ke arah langit malam dan mengamatinya dengan seksama.

    Memang benar, langit malam itu begitu gelap dan sepi.


    fin

     




    0 komentar

  • Copyright © - Nisekoi - All Right Reserved

    ANIME (MUSIK - FILM) Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan